Cari Blog Ini

Rabu, 09 Maret 2011

Amaq Raya Seniman Lenek Mengabdikan Hidupnya untuk Kesenian Lombok



LANGKAH Amaq Raya terhenti, matanya tertuju ke perilaku seekor burung gagak yang sedang mandi di kali. Dari gerakan kaki, kepak sayap, sampai posisi tubuh unggas itu mau terbang, terekam dalam benak Amaq Raya.
"Setelah gagak terbang, giliran saya yang mandi," kata warga Dusun Dasan Baru, Desa Lenek Daya, Lombok Timur, Nusatenggara Barat, itu berkelakar. Selang beberapa hari, gerakan burung gagak tersebut disimbolisasikan lewat tarian Gagak Mandi.
Isi jagat raya memang tidak pernah habis dirambah para seniman dalam proses kreatifnya. Begitu juga Amaq Raya, satu dari sedikit seniman pencipta tari dan gending, sekaligus seniman tabuh di Lombok, yang gagasannya bersumber dari alam.
Karya tarinya merupakan perpaduan wiraga (gerak raga) dan wirasa (gerak jiwa), yang tidak semua penari mampu menangkapnya. "Wiraga-nya bisa ditiru, tetapi wirasa-nya belum tentu. Padahal wiraga dan wirasa adalah energi sebuah tarian," komentar Lalu Makbul Said, pemerhati seni tari dan tabuh Lombok atas karya Amaq Raya.
"Amaq Raya mungkin satu-satunya yang menguasai roh tari gandrung Lombok," kata IN Argawe, Filolog Museum Negeri NTB.

GAGAK Mandi, satu dari karya yang masih diingatnya, selain tari Kembang Jagung dan Semar Geger. Kembang Jagung, idenya muncul sewaktu Bung Karno datang di Ampenan, kini Kodya Mataram. Saat itu, sekitar tahun 1958, Presiden RI pertama itu menghadiri acara bertema ‘’Persahabatan Indonesia-Tiongkok,'’ dan Amaq Raya bersama kelompoknya mendapat kesempatan pentas. "Saya dengar suara piano mengiringi penyanyi," ujarnya.
Maka sepulang dari situ, Amaq Raya bersama para penabuh, tidak tidur semalaman. Mereka menggarap gending pengiring tarian, sampai akhirnya menemukan gending yang cocok buat Kembang Jagung. Tarian muda-mudi itu diiringi gending tradisional dengan sisipan irama piano dalam interlude lagu. Sedang Semar Geger adalah gending reramputan (gado-gado), yang melukiskan keriangan muda-mudi menyambut panen. Nama semar bukan berarti tokoh wayang Jawa, melainkan padanan kata sembarang.
Pemahamannya tentang sejarah, diwujudkan lewat seni tembang (pepaosan) Pemban Selaparang, diciptakan tahun 1970, mengisahkan suka-cita rakyat Kerajaan Selaparang yang pernah berjaya di Lombok Timur tempo dulu.
Rahayu ing kawula da. Inggih pemban Selaparang. Purwasila dana dharma. Inggih pemban Selaparang. Rahayu ing adat gama. Inggih pemban Selaparang. Purwa Urip makmur ia.
(Rakyat hidup tenteram dan damai. Itulah kerajaan Selaparang. Adanya kemakmuran dan aturan. Itulah kerajaan Selaparang. Hidup selamat adat dan agama. Itulah kerajaan Selaparang. Kehidupan yang makmur sentosa).
Oleh karena buta huruf, syair lagu itu digubah oleh Bapa Rahil (almarhum), seniman tradisi terkemuka di Lombok Timur. Lagu ini sangat akrab di telinga masyarakat di Lombok, dan sering disenandungkan sambil menari oleh para penabuh Gamelan Beleq.
Namun, dalam Ensiklopedi Musik dan Tari Nusatenggara Barat, Pemban Selaparang tidak disebutkan penciptanya (NN). Toh Amaq Raya tidak mau pusing dengan hal ini, mungkin karena sikapnya yang lugu, nrimo dan ketidaktahuannya ke mana harus menggugatnya.
"Be alur bae uah, (Biarkan sajalah)."
Ia sudah sangat puas, bila karyanya disenandungkan orang lain.

SIKAPNYA yang total pada kesenian, membuat Amaq Raya hampir tidak pernah menolak tawaran pentas di berbagai desa maupun ke luar daerah. Instansi terkait juga memanfaatkannya selaku pemandu bagi pemula yang disiapkan mengikuti pentas berskala nasional.
Hanya saja dia acapkali kecewa, karena gerakan para penari-termasuk yang mengklaim diri koreografer-tidak pernah pas. Akibatnya tarian kehilangan wiraga dan wirasa. Terhadap hal ini, Amaq Raya cuma bisa bergumam, "Be gedek ite (kesal juga saya)." Dia lalu menirukan para penari yang asal menggerakkan tubuh. Misalnya, gerakan surut udang dalam tari gandrung, di mana kaki kiri-kanan bergerak ke belakang setengah melingkar, diperagakan seakan berjalan mundur biasa.
Menurut dia, gerak kaki dalam tari gandrung Lombok terangkat sekitar dua sentimeter-ciri khas gerak tari Sasak. Beda dengan tari Gandrung Bali yang penarinya mengangkat kaki ke depan, maupun Gandrung Banyuwangi yang kaki penarinya diangkat ke belakang.
Untuk meyakinkan cara menari yang benar, Amaq Raya pun bangkit dari duduknya, memperagakan tari Gagak Mandi. Lengan dan tangannya bergetar dan bergerak ke depan, badannya doyong dan meliuk-liuk ke belakang, semakin lama dia merunduk, lantas setengah berjingkrak dia pun duduk jongkok (nyengkeng).
Sekujur tubuhnya yang bergetar, menggambarkan gerak gagak terbang (ngindang) dan bekerap (membersihkan badan dari percikan air), yang diperagakannya dengan gerak yang nyaris sempurna.

***

KETERAMPILAN mencipta tari dan gending didapat dari ayahnya yang juga seniman kondang di desanya. Namun, guru yang sekaligus mengasah bakat alam Amaq Raya adalah Amaq Tahim. Lingkungan Desa Lenek yang dikenal gudang seniman tradisi, turut menempanya jadi seniman.
Melihat kemampuan para penari dewasa kini, Amaq Raya-ayah enam anak-memilih melatih anaknya, Yuliani (kelas III SD). Kepada anaknya ini ia berharap, bisa memiliki wiraga dan wirasa bila menari, bukan sekadar berlenggang-lenggok. Anaknya yang lain, Zaenal (16), lebih senang bermain gamelan.
Meski kegiatannya mencipta mulai surut, namun kepeduliannya terhadap seni terus membara. Hampir pasti Amaq Raya mendampingi seniman muda menghadiri undangan hajatan, entah sebagai pemandu rekan-rekannya, maupun selaku sekaha (penabuh) karena memang dia serba bisa memainkan beragam instrumen musik tradisi.
Bisa jadi, kegiatan itu memang diperlukannya untuk menambah penghasilan. Rumahnya masih berdinding gedek, berlantai tanah tanpa jendela, dan hanya ada satu pintu. Ruangan tamu rumahnya pengap dan gelap walau siang hari.
Menuju dusun berjarak sekitar 5 kilometer utara Desa Lenek itu, kemiskinan dan kekumuhan memang tampak setelah melewati jalan aspal. Pohon merangas dibakar terik kemarau, dan debu jalan tanah berhamburan. "Makanya tiang (saya) malu bila pelinggih (Anda) ke sini," ujarnya.
Istrinya lalu mengeluarkan tikar pandan dan menggelarnya di halaman rumahnya yang dipakai untuk bengkel kerjanya. Ia menyambung hidup dengan membuat batu bata.
Tiap 1.000 biji batu bata mentah, Amaq Raya mendapat upah
Rp 25.000. Sedang dari hasil berpentas ke berbagai pelosok desa ia dapat Rp 100.000-Rp 150.000 semalam. Hasil ini dibagi enam anggota kelompok kesenian gandrung.
Beragam sertifikat penghargaannya-yang katanya, "Entah di mana tempatnya, saya juga tidak bisa baca"-memang tidak banyak mengangkat kehidupannya. Walau begitu, ada saja yang tega mengobyekkan hidupnya yang jauh dari cukup.
Katanya, ada petugas mau mengusulkan agar dia mendapat sejumlah bantuan, asalkan menyediakan biaya administrasi Rp 10.000. "Saya tidak punya uang, bisa makan sehari saja sudah untung." (Khaerul Anwar)


diposting ulang dari labulia.blogsome.com
oleh  loq gayep warga lenek

2 komentar:

  1. Artikel anda sangat membantu saya....

    BalasHapus
  2. How to Deposit and Withdraw Money at Betway Casino
    Betway Casino is a brand new Canadian 양산 출장안마 casino that started operating 진주 출장마사지 in 2017. The casino has a fantastic welcome bonus with 제주도 출장안마 a cool 부산광역 출장안마 Welcome 영천 출장샵 Bonus.

    BalasHapus